Chapter 263: Salah Pilih Lawan
Chapter 263: Salah Pilih Lawan
"Kenapa kamu seyakin itu?" Randika tidak tahu apa serunya melihat orang berjudi.
"Kak, ini bukan hanya sekedar masalah uang." Richard memelankan suaranya. "Kompetisi kali ini menyangkut wajah dari beberapa keluarga aristokrat."
Mendengar hal ini, Randika juga ikut menjadi penasaran. Keluarga aristokrat di negara ini jarang muncul di depan publik, biasanya mereka bekerja di balik layar.
"Sejujurnya, keluarga yang berasal dari utara sepertinya memiliki masalah dengan yang di selatan dan sudah beberapa kasus perselisihan dari mereka. Tetapi jika mereka berperang secara terang-terangan, mereka akan menyeret sekutu-sekutu mereka dan negara bisa kacau. Jadi mereka setuju untuk menyelesaikan ini di meja judi ini. Mereka telah bermain sebelumnya dan sekarang seharusnya adalah yang terakhir. Akhir dari pertarungan mereka ditentukan oleh hasil hari ini."
Mata Randika sudah berbinar-binar, apa yang dikatakan Richard benar-benar menarik. Jika sudah melibatkan keluarga aristokrat maka kejadiannya pasti sangatlah menarik untuk dilihat.
"Bagaimana bisa kamu tahu semua hal ini?" Randika bertanya pada Richard.
Richard membalasnya sambil tersenyum. "Aku mendengarnya ketika ayahku membahasnya bersama kliennya. Dan kebetulan juga, aku pernah datang ke kasino bawah tanah ini jadi aku bisa membawamu ke sini."
"Kak, kompetisi mereka masih lama, bagaimana kalau kita bermain dulu?" Richard mengeluarkan chip taruhan dan memberikannya pada Randika.
Randika tidak tahu harus berbuat apa beberapa saat, dia merasa diajak berdosa oleh Richard.
"Baiklah." Akhirnya Randika mengangguk. Kebetulan chip taruhannya juga gratis jadi dia tidak perlu sungkan apabila habis.
"Kamu tidak perlu ikut aku." Kata Randika.
Richard mengangguk. "Jika butuh uang lebih, kabari saja."
Kemudian Randika berjalan-jalan sambil mengagumi kasino bawah tanah yang luas ini. Banyak meja permainan di tempat ini, mau itu kartu, roulette, slot machine dll.
Randika pernah pergi ke kasino di Amerika, tempat itu membawa kenangan yang menyenangkan baginya. Dan baginya roulette adalah mesin uang sebenarnya. Cara kerjanya sangat sederhana, petugas akan memutar papan yang berisikan angka 0-36 yang memiliki warna berbeda, biasanya ganjil akan berwarna merah, genap berwarna hitam dan angka 0 berwarna putih.
Roulette memiliki berbagai macam taruhan, pemain bisa bertaruh angka berapa bola akan jatuh, warna, ganjil atau genap dll. Jadi bisa dikatakan bahwa permainan ini sangat menguntungkan para pemain karena memiliki persentase hampir 50% untuk menang.
Banyak orang yang bermain di meja ini, Randika memutuskan untuk memperhatikannya terlebih dahulu. Para pemain yang sudah bertaruh sudah menahan napas mereka ketika bola kecil itu berputar.
"Ayo hitam!" Teriak salah satu orang. Matanya sudah hampir copot ketika melihat bola yang bergulir itu makin melambat, sepertinya dia bertaruh besar untuk hitam.
"Bodoh, kenapa kamu bertaruh di warna? Jelas daritadi itu sudah 3x genap, bolanya sudah pasti ganjil sekarang!" Teriak temannya, tangannya juga sudah berkeringat.
Akhirnya, bola itu mulai melambat dan berhenti di angka 0. Kejadian ini membuat semua pemain di meja benar-benar sedih dan menghela napas mereka dalam-dalam.
Perlu diketahui, angka 0 tidak termasuk berwarna hitam ataupun merah dan juga bukan genap. Dan juga, persentase bola berhenti di angka 0 benar-benar kecil jadi orang tidak pernah bertaruh untuk angka 0 meskipun imbalannya sangatlah besar.
Randika dalam hati tertawa, penjudi yang baik itu mengerti batasan diri dan tidak langsung mempertaruhkan seluruh uangnya dalam satu permainan.
Ketika Richard sedang asyik bermain blackjack, dia mendengar suara dari belakang yang memanggilnya. "Wah, wah, bocah yang selalu nurut sama ayahnya ini ternyata nakal juga sampai berjudi di tempat ini."
Ketika mendengar suara itu, badan Richard menjadi kaku. Ketika dia menoleh ke belakang, dia melihat beberapa orang sedang tertawa.
Yang mengejek dirinya adalah Anthony, musuh bebuyutannya.
Keluarganya Anthony juga merupakan keluarga penting di kota Cendrawasih, oleh karena itu kedua keluarga ini sering berselisih. Dalam aspek bisnis, keduanya saling bersaing terus menerus. Dari generasi kakeknya hingga ayahnya mereka sekarang, mereka terus bertarung secara terbuka dan secara diam-diam.
Namun, Anthony memandang rendah Richard. Dalam hal pengalaman dan berbagai bidang, Anthony mengalahkan Richard.
Richard menatapnya dengan dingin. "Bukan urusanmu jika aku ingin berada di tempat ini untuk bersenang-senang. Lagipula ngapain kamu ada di sini?"
"Tentu saja aku datang untuk berjudi, kalau tidak ngapain aku ke kasino?" Anthony tertawa dengan pertanyaan bodoh Richard.
"Bukannya bocah penurut sepertimu tidak cocok berada di tempat seperti ini? Bagaimana kalau kamu segera keluar dari sini? Aku sedikit kasihan dengan uang ayahmu yang terbuang percuma seperti ini." Anthony lalu tertawa bersama teman-temannya.
"Benar kata Anthony, bagaimana kalau kamu pergi dan minum saja di bar dekat sini? Aku dengar mereka baru saja mendatangkan perempuan dari Thailand. Kamu pasti menyukai perempuan berbatang seperti itu bukan?" Dengan ini Anthony dan teman-temannya tertawa sekali lagi.
"!!" Wajah Richard benar-benar dingin, amarahnya sudah meluap-luap. Dia ingin menghajar Anthony dan teman-temannya dengan keras. Tetapi dia tidak berani melakukannya karena hari ini dia hanya datang berdua dengan Randika, para pengawalnya tidak dia bawa sama sekali jadi dia ragu bisa menang dari Anthony.
Para pengunjung di kasino ini tidak tertarik dengan pertunjukan para bocah. Bagaimanapun juga, tidak ada orang yang berani melanggar peraturan di kasino bawah tanah ini. Jika ada yang berani melakukannya, maka orang tersebut harus bersiap-siap babak belur.
"Kenapa? Tidak terima?" Anthony mendengus dingin. "Apa kamu ingin membunuhku? Aku tahu bahwa kamu sendiri juga sudah sadar bahwa kamu sama sekali tidak bisa menyentuhku. Melihatmu yang seperti anjing ketakutan ini benar-benar sedap dilihat." Anthony kembali tertawa bersama teman-temannya.
"Kalau tidak terima, bagaimana kalau kita menyelesaikannya di atas meja? Kebetulan juga kita sudah berada di tempat yang tepat. Jadi bagaimana? Berani melawanku?"
Richard yang sudah panas itu tidak langsung menerima tantangan ini, dia memikirkan pro dan kontra dari tantangan Anthony ini. Tetapi Anthony menambahkan minyak pada api. "Tapi tentu saja, aku tahu kamu tidak akan berani menantangku. Bocah ingusan sepertimu tidak punya keberanian dan kemampuan untuk melawanku. Hahaha."
"Siapa bilang aku tidak berani melawanmu?" Richard terpancing oleh hinaan Anthony yang kali ini.
"Aku cuma bilang apa adanya." Anthony tersenyum. "Bukankah aku sering mengalahkanmu di berbagai kesempatan? Aku hanya takut bahwa nyalimu sudah sekecil semut sekarang. Bagaimana kalau begini, kita jangan mempertaruhkan uang melainkan perjanjian kontrak bisnis atau tanah keluarga kita, bukankah itu lebih seru?"
Richard kembali ragu-ragu. Anthony kembali menambahkan minyak. "Kalau kamu takut tidak masalah, jangan ragu-ragu untuk mengakuinya. Seperti kura-kura, sebaiknya kamu memasukan kepalamu itu ke lubang kecilmu."
"Siapa bilang aku takut?" Richard kembali terpancing, kali ini Anthony langsung menyambar kesempatan ini. "Baguslah kalau begitu!"
"Cepat kita pilih meja yang kosong." Anthony berjalan duluan.
Kemudian keduanya berjalan menuju meja kosong, lalu Anthony berkata pada Richard. "Kita main yang gampang saja, kita bergantian mengocok kartunya dan setelah itu masing-masing dari kita mengambil 4 kartu secara bergantian. Setelah mendapatkan kartunya, kita hanya boleh menukar 1 kartu dengan kartu baru. Setelah itu kita menjumlahkan kartunya dan siapapun yang lebih besar adalah pemenangnya. As adalah 1 dan King adalah 13."
"Baiklah." Richard sudah tidak bisa mundur lagi. Meskipun sebelumnya dia pernah ke kasino, dia tidak terlalu suka bermain. Dia hanya suka menonton orang bermain dan mencari sensasi kesenangan saja. Namun, demi menjaga wajah sekaligus namanya, dia harus menerima tantangan Anthony.
Anthony tersenyum kemudian mengocok kartunya dan memberikannya pada Richard. Setelah selesai dikocok, kartu tersebut ditaruh di tengah dan mereka mengambilnya satu per satu secara bergantian.
"Apa yang kita pertaruhkan." Kata Anthony sambil mengambil kartu dengan santai. Sebagai catatan, mereka boleh mengambil kartu secara acak jadi tidak harus mengambil yang paling atas.
Mendengar hal ini, keringat dingin mulai membanjiri dahi Richard. Dia bukan bertaruh dengan uang miliknya sendiri melainkan uang keluarganya.
"Sebelum kita membuka kartunya, sebaiknya kita memutuskan apa yang dipertaruhkan terlebih dahulu. Oh ya, aku juga mengusulkan best of 5 jadi siapapun yang menang 3x, dialah pemenangnya. Aku akan mempertaruhkan tanah keluargaku yang ada di dekat distrik pembangunan kota baru. Bagaimana kalau kamu mempertaruhkan tanahmu yang ada di distrik perbelanjaan di tengah kota?"
Sepertinya taruhan ini cukup oke, tetapi arah pertaruhan ini sebenarnya disetir oleh Anthony.
Kota Cendrawasih sudah merupakan mega kota di Indonesia. Perkembangannya sangat pesat dan sebentar lagi akan menyamai Jakarta dan Indonesia. Bisa dibayangkan betapa mahalnya tanah di tengah kota saat hal itu terjadi? Terlebih lagi, tanah yang dipertaruhkan oleh Richard merupakan tempat berkumpulnya toko emas dan perhiasan. Setiap hari ratusan juta berputar di tempat tersebut.
Pada awalnya, keluarga Richard membangun kekuatannya dari distrik perbelanjaan itu. Anthony menyadari ini dan berusaha merebutnya.
Richard menggigit lidahnya. Tentu saja dia tahu apa yang dipertaruhkan hari ini sangat krusial, tetapi dia tidak bisa mundur.
"DEAL!"
"Baiklah, buka kartumu." Anthony mendengus dingin sambil membuka kartunya. Setelah membuang satu kartu, keempat kartunya adalah 10 wajik, jack sekop, 6 hati dan queen hati dengan total 39 poin. Sedangkan kartu Richard hanyalah angka dengan perolehan tidak sampai 25 poin.
"Kalau begitu untuk pertarungan pertama kita, akulah pemenangnya." Anthony tersenyum, sepertinya hari ini keluarganya akan berpesta.
Keringat dingin mulai membanjiri punggung Richard, kemudian mereka kembali mengocok kartu dan mengambil 4 kartu secara acak.
Kemudian setelah membuka kembali kartu mereka, Richard telah kalah kembali.
Skor sekarang 2 untuk Anthony dan 0 untuk Richard.
Pada saat ini, Randika yang berjalan-jalan melihat Richard dan berjalan menghampirinya. Dia terkejut ketika sadar bahwa Richard sepertinya sedang bermain melawan orang.
"Kenapa? Takut kalah?" Anthony sudah tertawa keras. "Kalau takut cepat kembali ke pelukan ayahmu itu, tidak usah datang ke sini lagi."
"Siapa bilang dia takut?"
Tiba-tiba, seseorang datang menghampiri meja mereka dan berdiri di samping Richard.
"Siapa kamu? Jangan ikut campur dengan urusanku, pergi sana!" Anthony tidak senang diganggu di tengah-tengah kemenangannya.
Richard yang berwajah pucat itu bahagia ketika melihat Randika, seakan-akan dia telah melihat sang juru selamat.
Randika mencueki Anthony dan bertanya pada Richard apa yang sebenarnya terjadi. Sebelum Richard menjawab, dia sudah berdiri dan menyuruh Randika duduk menggantikannya.
Melihat Richard yang berdiri dan memberikan kursinya, Anthony sedikit terkejut. Kemudian dia menatap tajam pada Richard. "Kamu yakin digantikan sama orang ini? Aku ingatkan, skor tetap tidak berubah."
"Aku yakin."
Melihat wajah Randika yang terlihat bodoh dan tenang itu, Anthony kemudian menjelaskan permainannya kembali.
"Berarti King adalah yang tertinggi?" Tanya Randika.
"Benar."
Randika mengangguk dan mulai mengocok. Anthony lalu berkata dengan nada sarkas. "Aku akan memberikanmu kesempatan untuk memilih 4 kartu duluan."
Randika tidak sungkan-sungkan, dia dengan cepat mengambil 4 kartu dari tumpukan. Dan tanpa menunggu Anthony mengambil kartunya, dia sudah membuka keempat kartunya.
"Empat King?" Teman-temannya Anthony tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Anthony sendiri sudah terkejut ketika melihat kartu yang dimiliki Randika, wajahnya menjadi muram. Sepertinya lawannya ini bukan sembarangan.
"Sekali lagi." Anthony berusaha menenangkan dirinya, kali ini dia mengocok dengan sungguh-sungguh. Sejujurnya, dia menang melawan Richard menggunakan trik-trik seperti Second Deal [1] dan peeking [2].
Setelah kartu telah dikocok dengan benar, mereka bergantian mengambil kartu.
Tapi Anthony salah melawan orang, orang yang dihadapannya ini adalah Ares sang Dewa Perang, permainan kartu ini semudah dirinya membunuh 100 orang.
Ketika Anthony berusaha mengambil kartu, tangan Randika bergerak dengan cepat dan mengambil satu kartu. Anthony yang terkejut menoleh ke arah Randika, tetapi momen ini digunakan Randika untuk mengambil 3 kartu sisanya.
Cepat sekali!
Ketika dia berusaha mengambil kartu pertamanya, Randika sudah membuka kartunya dan semua orang menjadi terkejut kembali.
"Mustahil, empat King lagi?"
Semua orang terkejut dan Richard yang berdiri di samping Randika sudah tersenyum lebar.
[1] Pemain atau dealer terlihat seperti mengambil kartu seperti biasa, tetapi kenyataannya dia mengambil kartu di bawahnya.
[2] Pemain atau dealer mengintip kartu yang akan dibagikannya dengan bantuan alat seperti cincin selagi mengalihkan perhatian orang agar tidak ketahuan.