Chapter 194: Perjalanan ke Jepang
Chapter 194: Perjalanan ke Jepang
Bersamaan dengan suara itu, muncul figur seseorang di video.
Alis Randika berkedut, Shadow!
Benar, orang yang berada di chat video ini adalah Shadow.
Hati Randika langsung mengepal, bagaimana bisa Shadow mengetahui posisi Yuna yang baru?
Tatapan mata Randika mengandung niat membunuh, wajahnya sudah sedingin es. "Di mana Yuna?"
"Oh? Bukannya ada pertanyaan yang lebih bagus? Misalnya kenapa bisa aku yang ada di chat ini?" Shadow tersenyum.
Menyadari tatapan dingin Randika, Shadow mengatakan. "Ketika aku meninggalkan kota Cendrawasih, rasa sakit dikalahkan olehmu itu sungguh amat menyakitkan. Oleh karena itu, aku mendedikasikan hidupku untuk mencari cara untuk balas dendam. Aku juga yakin pasti tuan akan mengirim orang untuk mencariku."
Randika tidak membalasnya, tatapannya makin tajam dan dia berkata dengan nada serius. "Kau memang layak disebut mata-mata terbaik."
"Aku merasa tersanjung dipuji olehmu." Shadow membalasnya sambil tersenyum meskipun ekspresinya itu terlihat seperti orang mati.
"Biarkan aku melihat Yuna." Kata Randika.
"Karena tuan berkata demikian." Shadow lalu menggerakan kameranya dan sosok Yuna yang terikat muncul dari balik layar.
Melalui video ini, wajah syok Yuna tidak bisa disembunyikan. Sepertinya dia sendiri heran kenapa musuhnya bisa mengetahui lokasi markas barunya ini.
Setelah beberapa saat, kameranya bergerak kembali.
"Setelah melihatnya apakah ada permintaan tuan yang lain?" Tanya Shadow dengan wajah tanpa ekspresi.
Randika sudah dipenuhi dengan aura membunuh. "Kau benar-benar hebat, tidak percuma aku melatihmu secara langsung."
"Aku tidak membantahnya." Nada suara Shadow berubah menjadi dingin. "Anak bernama Aline ini apakah bawahan tuan juga?"
"Apa kamu juga akan membunuhnya?" Randika bertanya dengan nada dingin. Aura membunuhnya bahkan bisa terlihat dari balik layar.
"Tidak, mana mungkin aku membunuhnya." Shadow menggelengkan kepalanya tetapi senyuman jahat mulai muncul di wajahnya. "Karena dia adalah adik Yuna jadi bisa dikatakan bahwa dia adalah bawahanmu. Jadi aku akan menyiksanya, membuatnya sekarat dan memohon ampun atas nyawanya, lalu aku akan membunuhnya!"
"Sepertinya tubuh tuan terluka lagi ya? Tuan sampai membuat markas baru untuk membuat ramuan obatmu lagi." Setelah Shadow berkata demikian, tatapan Randika makin tajam. Jika markas barunya ini telah ditemukan oleh Shadow, tidak diragukan lagi Bulan Kegelapan akan memerintahkannya untuk menghancurkan markasnya lagi. Jika ramuan X ini tidak diproduksi, akan sangat sulit baginya untuk mengontrol kekuatan misterius dalam tubuhnya.
Shadow membungkuk. "Untuk menghormati kerja sama kita dulu, aku sendiri yang akan menghancurkan markas baru kita ini."
Aura membunuh Randika sudah tidak bisa diredamnya lagi, dengan nada marah dia mengatakan. "Ketika kita bertemu nanti, kau akan berharap bahwa kau tidak pernah dilahirkan."
"Aku menantikan pertemuan kita lagi tuanku." Setelah itu Shadow menjentikkan jarinya, dan tiba-tiba, suara jeritan tragis orang terdengar. Suara kaca yang pecah, suara benda jatuh, suara kobaran api bisa terdengar dari balik layar.
Kemudian Shadow mengeluarkan pisaunya dan menebas kameranya. Tiba-tiba layar komputer Randika menjadi hitam legam.
DUAK!
Randika tidak bisa menahan dirinya, dia meninju dan menghancurkan komputernya.
BEDEBAH!
Randika benar-benar membenci Shadow dan Bulan Kegelapan. Dia tidak sabar menari di atas mayat mereka.
Belum pernah ada orang yang berani berkhianat sedemikian rupa pada dirinya.
Kalian memang yang pertama tetapi aku akan pastikan kalian lah yang terakhir!
Setelah beberapa saat, Randika berhasil menenangkan dirinya. Sekarang pertanyaan terbesarnya adalah apa yang harus dia lakukan?
Yuna dan Aline sudah disekap oleh Shadow, jadi kemungkinan besar mereka berdua berada di markasnya. Sedangkan markas barunya sendiri sudah dihancurkan dan ramuan X masih belum bisa diproduksi.
Apakah dia harus menunggu ramuan X buatan tim di perusahaan Cendrawasih baru menyelamatkan Yuna dan Aline?
Setelah berpikir dengan serius, Randika memutuskan akan pergi ke Jepang sendirian untuk mencari Yuna dan adiknya sekaligus mencari sisa data ramuan X di markas barunya itu.
Memang hal ini sedikit berisiko tetapi Randika tetap harus pergi.
Lawannya telah menghancurkan harapannya dan menyekap bawahannya, bagaimana mungkin dia bisa berdiam diri?
Setelah membulatkan tekad, Randika dengan cepat memesan tiket pesawat dan langsung berangkat ke bandara.
Pada saat yang sama, Randika menelepon Inggrid.
"Halo?"
"Sayang, aku perlu pergi sementara waktu. Tidak lama kok, mungkin setengah bulan." Kata Randika.
Inggrid sama sekali tidak menjawab, kemudian dengan nada lembut Inggrid menjawab. "Kalau begitu berhati-hatilah, jangan lupa membawaku oleh-oleh!"
Randika sedikit terharu, Inggrid tidak bertanya apa-apa tentang alasannya pergi. Sedangkan perihal oleh-oleh itu, sepertinya istrinya itu ingin dirinya pulang dengan selamat tapi malu-malu untuk mengatakannya secara langsung.
"Baiklah." Sebelum menutup teleponnya, Randika menambahkan. "Aku akan merindukanmu. Aku sayang kamu."
Di ruangannya, Inggrid tidak bisa berhenti tersenyum ketika mendengar kata-kata manis Randika ini. Hatinya tidak bisa lebih hangat lagi daripada ini.
Randika sendiri akhirnya telah sampai di bandara dan akhirnya masuk ke dalam pesawatnya.
Tidak lama kemudian akhirnya pesawatnya lepas landas. Randika duduk di samping jendela, dia memperhatikan awan putih yang melayang-layang. Tetapi pikiran Randika masih tetap fokus pada masalah Shadow.
Shadow sekarang bekerja sama dengan Bulan Kegelapan dan sangat sulit berhadapan dengan keduanya, apalagi mereka memiliki teknologi kloning.
Saat dirinya masih berada di dunia bawah tanah, kekuatan Randika bisa tergolong terkuat di dunia. Bahkan dia sampai mendapatkan julukan Dewa Perang. Namun, setelah hidup damai dan berhadapan dengan ikan teri selama ini, Randika sedikit takut berhadapan dengan orang yang berada di daftar Dewa ataupun 12 Dewa Olimpus.
Lagipula, dulu ada seorang wanita berambut pirang di sisinya setiap dia bertarung. Tetapi itu adalah lain cerita, sekarang dia harus fokus terhadap dirinya sendiri.
Di tengah-tengah melamunnya, sepertinya penerbangannya kali ini juga tidak bisa damai. Setelah terbang selama satu jam, pesawat sudah jauh berada di atas tanah. Pada saat ini, tiba-tiba beberapa orang berdiri dan berjalan menuju bagian VIP.
Randika duduk di kelas ekonomi jadi dia sama sekali tidak peduli dengan mereka.
Seorang pramugari hanya mengira orang-orang tersebut hanya ingin pergi ke toilet dan tidak menghentikan mereka.
Namun, dua di antara mereka segera memisahkan diri dan menjaga pintu masuk bagian VIP. Kemudian kedua orang ini berteriak pada semua penumpang. "Pesawat ini sudah kami bajak, kalian semua akan menjadi sandera kami. Jangan bergerak dan jangan coba-coba bertingkah layaknya seorang pahlawan."
Setelah mendengar ancaman tersebut, beberapa penumpang menatap kedua orang tersebut. Mereka mencuekinya dan kembali mendengarkan musik.
Mereka merasa kedua orang itu sedang mabuk.
Si pramugari mengerutkan dahinya dan mengatakan. "Pak, jika Anda bercanda seperti itu terus, aku akan melaporkan kejadian ini sebagai tindakan teroris."
Kedua pria itu mendengus dingin dan salah satu dari mereka mengeluarkan pistol dari balik celana mereka dan menembakannya ke kursi yang kosong.
DOR! DOR!
Mendengar suara tembakan itu, semua penumpang menjadi panik. Pesawat mereka beneran dibajak!
"Kalian semua jangan bergerak! Duduk diam dan dengarkan perintah kam!" Kata si pelaku dengan nada dingin. Pada saat yang sama, teman-temannya mengeluarkan senjata mereka yang disembunyikan di bagasi pesawat lalu membidik ke arah penumpang.