Chapter 272: Stage Satu
Chapter 272: Stage Satu
"Tapi kau tenang saja, aku tidak akan membiarkan dia mati begitu saja. Aku masih ingin melihat raut mukamu ketika dia mati di depan matamu hahaha. Apakah kau akan pingsan? Atau kau akan menangis seperti anak kecil? Aku benar-benar menantikannya."
Shadow tertawa keras, sedangkan hati Randika mengepal. Shadow benar-benar sudah gila.
"Bagaimana mungkin kamu bisa membunuhku jika kamu sudah tidak punya jaminan?" Randika berusaha mengulur waktu, di waktu yang sama, dia sudah menelepon Safira.
"Ares, di dunia ini tidak ada yang mengenalmu sebaik diriku ini." Suara Shadow penuh dengan sarkasme. "Nafsumu tidak terpuaskan apabila hanya satu perempuan saja, setelah aku membunuh Inggrid, aku masih punya daftar nama lainnya. Apa kau sudah mengerti situasimu sekarang?"
Pada saat yang sama, Safira sudah terhubung dengan HP Randika dan Randika menahan panggilan dari Shadow. "Saf, tolong lacak lokasi dari nomor yang menghubungiku ini! Aku butuh lokasinya dalam 1 menit!"
Safira terkejut, dia tidak pernah mendengar Randika yang tergesa-gesa seperti ini.
"Baik kak tunggulah sebentar, aku akan mengaturnya."
Randika berusaha menahan rasa marahnya itu ketika panggilannya kembali ke Shadow.
Shadow tidak menutup teleponnya, dia lalu mengejek Randika. "Kau memang mudah ditebak, menurut dataku kamu pasti meminta bantuan dari temanmu dari Arwah Garuda. Tapi jangan lupa, kau sendiri yang telah melatihku."
Randika mengerutkan dahinya, keahlian Shadow dalam intelijensi dan menutupi jejaknya benar-benar luar biasa, tetapi Randika tidak menyangka bahwa organisasi Arwah Garuda sudah masuk dalam radar Shadow.
"Jangan khawatir, tahap pertama kita ini cuma awal. Tahap selanjutnya adalah permainan yang sesungguhnya. Aku akan menunggumu di sini Ares, aku harap kamu tepat waktu. Bagaimanapun juga, jika suasana hatiku jelek, aku mungkin tidak sengaja melukai wajah cantik istrimu ini hahaha."
Kemudian Shadow menutup teleponnya, Safira mengambil alih panggilan HPnya.
"Kak, aku mendapatkan lokasinya. Lokasi nomor itu tidak jauh darimu, hanya berjarak 1 km dari tempatmu berada. Dia ada di gedung yang masih dibangun di jalan Mawar."
Setelah mendapatkan lokasinya, Randika tidak ragu-ragu untuk berlari menuju lokasi.
Tidak butuh waktu lama untuk Randika tiba di tempat ini, suasananya benar-benar sunyi. Sepertinya malam ini tidak ada pekerjaan konstruksi sama sekali.
Gedung ini baru setengah jadi dan banyak alat-alat yang digeletakan begitu saja.
Randika berjalan masuk ke dalam gedung yang gelap dan sunyi tersebut. Dia sama sekali tidak tahu di mana saklar lampu berada. Jadi Randika hanya bisa mengandalkan cahaya bulan dan lampu jalan. Namun, kegelapan masih mendominasi seluruh gedung ini.
Sedangkan untuk Shadow, kegelapan ini merupakan zona nyamannya. Dulu di pasukan Ares, Shadow bertanggung jawab dalam divisi intelijensi jadi dia sering menyatu dengan kegelapan agar bisa mendapatkan informasi yang lebih. Dengan ini, gedung gelap ini sangat cocok menjadi panggung kecemerlangan Shadow.
Namun bagi Randika, mau ini di kutub utara ataupun di gurun sahara, semua itu bukan masalah. Terlebih, Shadow tetaplah Shadow, perempuan itu bukan tandingannya.
Di hadapan kekuatan yang absolut, semua ikan teri sama sekali tidak berdaya!
Randika melangkahi alat-alat yang berserakan itu. Sepertinya pembangunan gedung ini tertinggal dari deadlinenya. Besi-besi yang bertumpuk juga memantulkan cahaya bulan.
Sepertinya lantai pertama dari gedung ini tidak ada orangnya. Randika lalu berjalan menuju tangga yang mengarah ke lantai dua sambil terus berwaspada.
Sesaatnya langkah kakinya menginjak anak tangga, hampir bersamaan, raut wajah Randika berubah dan tubuhnya sudah melayang mundur dengan kecepatan yang luar biasa.
Ketika kakinya melangkah ke anak tangga, sepertinya itu memicu sebuah bom untuk meledak dari lantai atas. Ledakannya cukup dahsyat dan besi-besi yang menumpuk di ujung tangga itu berhamburan ke mana-mana. Di bagian tembok lantai pertama, senjata tajam, yang tiba-tiba muncul dari balik tembok, mulai melesat dan mengarah pada Randika.
Jika tadi Randika tidak sempat mundur dengan cepat, mungkin nyawanya sudah melayang.
Pada saat dia mendarat, terasa pergerakan udara dari segala arah. Randika mengerutkan dahinya ketika melihat begitu banyak orang berbaju hitam menerjang dirinya sambil menggenggam erat senjata tajam dan siap untuk mengambil nyawanya kapan pun.
Orang-orang itu berdatangan dari segala arah, dan ketika Randika mengangkat kepalanya, dia terkejut ketika melihat begitu banyak orang mengintip dirinya dari lantai atas. Setengah dari mereka lalu terjun ke bawah dan sisanya sepertinya sedang menunggu kesempatan ketika Randika meloncat di udara dan menghujaninya dengan lautan manusia.
Ini adalah siasat yang dipersiapkan oleh Shadow untuknya. Ketika Randika melangkahkan kakinya ke lantai 2, aksi pembunuhan itu dimulai.
Namun, semua kejadian ini tidak membuat Randika kehilangan ketenangannya dan akal sehatnya. Orang yang bisa membunuhnya belum lahir di dunia ini!
Menghentakan kakinya, dia meluncur dengan cepat untuk menghindari serangan pisau yang tersisa. Dengan tubuh yang diselimuti oleh tenaga dalamnya, dia melesat ke arah 2 musuhnya. Karena lawannya ini merupakan bawahan Shadow, dia tidak sama sekali tidak menahan tenaganya. Dengan satu tendangan, musuhnya itu melayang ke arah tembok dan menancap di batang baja di pilar.
Melihat jumlah musuhnya yang banyak, Randika merasakan firasat buruk yang seperti menandakan bahwa nyawanya sedang terancam. Memang lawan-lawannya ini bukan orang sembarangan, tetapi di mana Shadow? Tidak mungkin dia hanya mempersiapkan jebakan bau kencur seperti ini untuk membunuhnya.
Pada saat ini, Randika mendengar suara detikan jam dari segala arah, hal ini membuat bulu kuduknya merinding. Dia sangat mengenal suara tali terbakar ini dengan baik.
Bisa disimpulkan bahwa setiap musuhnya yang menerjang ke arahnya ini semuanya memiliki bom waktu di tubuh mereka. Mereka sudah mempersiapkan diri mereka untuk mati, dan mereka ingin membawa Randika bersama dengan mereka menuju neraka!
Tanpa ragu-ragu, Randika segera membunuh mereka sambil membuka jalur kabur. Tetapi, lautan manusia ini seakan tidak ada akhirnya.
DUAR!
Orang yang barusan dia tendang itu tiba-tiba meledak dan dia hancur menjadi gumpalan daging. Ledakan yang dihasilkannya cukup membuat besi-besi yang tergeletak itu berhamburan. Besi itu melesat ke arah Randika dan para bawahan Shadow berada.
Beberapa besi melesat dengan cepat dan menuju tepat ke arah Randika. Namun, Randika bergerak ke samping untuk menghindari serangan mendadak ini. Dia sama sekali tidak bisa memblokirnya soalnya besi-besi itu melesat terlalu cepat.
Berbeda dengan Randika, beberapa lawannya tidak bisa menghindar dan harus mati sebelum bisa meledakan dirinya pada Randika. Pada saat yang sama, Randika terus menghindar dari pelukan maut musuhnya ini
DUAR! DUAR!! DUAR!!!
Beberapa orang sudah mulai meledakan diri sebelum sempat mendekatkan dirinya pada Randika. Beberapa ledakan ini untungnya tidak merobohkan pilar-pilar penyangga gedung ini jadi asalkan Randika menghindar sekaligus membuat mereka menjauh dari pilar-pilar tersebut, maka dia akan aman.
Setelah tidak ada orang lagi yang berdiri selain dirinya, Randika telah berhasil menyelesaikan stage 1 dari permainan ini.