Chapter 268: Itu Adikmu?
Chapter 268: Itu Adikmu?
Selesainya keluar dari kasino bawah tanah ini, Randika menggelengkan kepalanya. Dia berpikir berjudi memang buang-buang waktu, lebih baik waktunya digunakan untuk menggoda perempuan cantik.
Tidak ada yang mengalahkan sensasi bercium atau sensasi tangannya meremas dada yang empuk.
Setelah sadar dari delusinya, dia memutuskan untuk pergi ke kantor dan mencari Viona. Setelah diingat-ingat, peristiwa memalukan yang dialaminya di rumahnya masih melekat di benaknya. Kalau saja tidak ada orang tua Viona pada waktu itu, dia dan Viona sudah.
Ini sudah ketiga kalinya hubungannya dengan Viona diganggu, Randika selalu selangkah lagi untuk meresmikan hubungan mereka. Kejadian pertama dan kedua masih dapat dimaklumi, tetapi yang ketiga itu benar-benar memalukan, dia sudah tidak punya wajah untuk bertemu dengan orang tuanya Viona lagi.
Mungkin sebaiknya malam ini dia membuka kamar bersama Viona.
Randika berpikir keras dan merencanakan semuanya dengan detail. Pada saat ini, Richard berhasil menyusul dirinya.
"Kak Randika, kak Randika."
Richard terengah-engah ketika berlari menyusul Randika. "Kakak memang hebat!"
Randika terlihat biasa-biasa saja, pikirannya masih memikirkan bagaimana dirinya berhubungan badan dengan Viona. "Aku cuma sedang beruntung saja."
Melihat Randika yang rendah hati ini, Richard makin kagum. Dia lalu bercerita tentang bagaimana kerennya aksi Randika tadi.
Namun pada saat ini, HP milik Richard bunyi. Richard ingin mencuekinya, apa orang yang meneleponnya ini tidak tahu bahwa dia sedang sibuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan Randika?
Namun ketika melihat nomor yang meneleponnya adalah adiknya, wajah Richard segera berubah dan memasang aura anak baik. Suaranya dibuat-buat seakan-akan dia seorang malaikat. "Apa ada yang bisa aku bantu?"
Randika terkejut ketika melihat Richard berubah menjadi sedemikian rupa sampai-sampai suaranya saja ikut berubah.
Namun, Randika tidak tahu bahwa Richard sering menjadi korban penindasan adik perempuannya itu. Bisa dikatakan bahwa adik perempuannya itu jelmaan dari iblis. Ini semua salah keluarganya karena terlalu memanjakannya, Richard sama sekali tidak berdaya kalau sudah berurusan dengan adiknya. Kehidupan seperti ini sudah dia lalui selama masa hidup adik perempuannya.
Namun, sekarang sudah lebih mendingan. Karena semakin bertambahnya usia, makin banyak laki yang mengejar adiknya jadi bukan Richard lah yang menderita lagi. Dia sudah tidak sabar melihat adik jahatnya itu menikah dan keluar dari rumah.
"Apa katamu! Katakan apa maumu, jangan sakiti adikku!" Richard mendengarkan penjelasan orang asing di balik telepon ini. Wajah baiknya itu segera memburuk. "Baiklah, aku akan segera ke sana."
"Kak, adik perempuanku telah diculik. Penculiknya meminta aku untuk datang ke alamat ini secepat mungkin tanpa memberitahu siapapun atau dia akan membunuh adikku." Richard menatap Randika sambil hampir menangis. "Bisakah kak Randika membantuku?"
Jelas jika Richard datang sendirian maka dia dan adiknya pasti akan terbunuh. Tetapi jika Randika pergi bersamanya, dia yakin pasti akhir cerita ini akan berakhir dengan bahagia.
Melihat ekspresi Richard, Randika menyimpulkan bahwa dia berkata jujur. Randika lalu mengangguk. "Tunjukan jalannya."
Lagipula, dia tidak bisa berdiam diri ketika tahu ada orang yang dalam bahaya.
Randika dan Richard segera naik ke mobil sport milik Richard dan berkendara menuju pinggiran kota.
Tujuan mereka tidak terlalu jauh dengan posisi mereka sekarang dan laju mobil mereka benar-benar kencang, hanya butuh waktu beberapa menit bagi mereka untuk sampai di tujuan.
Melihat gedung terbengkalai yang tertutup itu, hati Richard cukup berdebar-debar. Namun, Randika memberinya keberanian dengan berkata padanya. "Tabrak pagar itu!"
Mendengar kata-kata Randika, Richard sama sekali tidak menjawab. Dia hanya menginjak pedal gas dengan sekuat tenaga. Dalam sekejap keempat roda mobil melaju dengan kencang dan seluruh badan mobil menerobos masuk ke dalam gedung!
BOOM!
Pagar itu terbuka dengan lebar dan mobil mewah Richard berhenti di sebuah halaman.
Tiba-tiba, dari balik kegelapan, terdengar suara tepuk tangan.
"Luar biasa, aku tidak menyangka anak baik-baik yang menjadi kesayangan ayahnya ini punya keberanian untuk menerobos masuk seperti itu." Randika menoleh ke arah suara itu dan menyadari bahwa banyak orang telah mengepung mobil mereka. Sepertinya pemimpin dari para penjahat ini berada di barisan paling belakang.
"Bunuh! Bunuh!"
Kumpulan para penjahat ini bersorak-sorak, bahkan ada yang sedang mabuk. Seluruh halaman gedung ini menjadi berisik dan liar. Pada saat yang sama, pagar yang hancur tadi sudah dihalangi oleh beberapa mobil dan dijaga oleh beberapa orang yang memegang tongkat besi.
Melihat orang-orang berwajah bengis itu, Richard sedikit merasa takut. Tetapi dia memberanikan diri untuk berteriak dengan keras. "Di mana adikku!"
Mendengar teriakan itu, si pemimpin para penjahat itu menjetikan jarinya. Tiba-tiba, pintu di belakangnya itu terbuka dan sebuah kurungan besi terlihat menggantung di udara. Di dalamnya terlihat seorang perempuan muda yang ketakutan, sepertinya dia masih trauma karena penculikannya ini.
Hati Richard merasa sedikit lega, sepertinya adiknya itu terlihat baik-baik saja. Namun, dengan penglihatan supernya, Randika terkejut ketika melihat perempuan cantik itu. Bajingan, kenapa kakak adik bisa jauh begini bedanya?
"Itu adikmu?" Randika menoleh ke arah Richard.
Richard mengangguk.
Randika benar-benar tidak menyangka, perbedaan keduanya benar-benar bagaikan bumi dengan langit.
"Kita akan kaya!"
Segerombolan orang keluar dari gedung dan ikut mengepung mobil milik Richard. Mereka semua memegang tongkat besi di tangan mereka.
"Kalian yang ada di dalam mobil, jangan bergerak."
Randika terdiam sebentar lalu keluar dari dalam mobil secara perlahan.
"Apa kamu yang bernama Richard?" Tanya penjahat di dekatnya Randika itu. Para bawahan ini tidak tahu wajah mangsanya seperti apa, jadi mereka hanya bisa menebak.
"Kalau bukan, buat apa aku keluar dari mobilku?" Kata Randika. "Katakan apa maumu? Bisa-bisanya kalian menculik adikku."
"Menculik? Adik bajinganmu itu menabrak mobil pemimpin kami dan mau kabur." Kata penjahat itu dengan nada dingin.
"Bohong! Kalian menculikku untuk meminta memeras dan meminta tebusan dari keluargaku! Kak, jangan percaya sama mereka. Mereka pasti orang suruhan keluarganya Anthony, aku yakin ini sebuah jebakan." Teriak adik perempuannya Richard.
Namun, setelah dia perhatikan lagi, sejak kapan kakaknya terlihat gagah seperti itu?
Randika menatap si pemimpin dari para penjahat ini dan berkata padanya. "Terus apa maumu?"
Pemimpin itu membalas sambil mendengus dingin. "50 miliar atau adikmu tidak akan keluar dari tempat ini hidup-hidup."
Bersamaan dengan itu, bawahannya di sebelahnya memberikannya sebuah tombol, dia lalu berdiri dan mengangkat tinggi tangannya untuk memperlihatkan detonator di tangannya. "Selama aku menekan tombol ini, bom di kurungan adikmu akan meledak. Sekarang pilih pilihanmu dengan baik atau kamu tidak akan pernah melihat adikmu lagi."
Randika menggaruk kepalanya, seakan-akan terlihat bimbang, kemudian dia berkata dengan santai. "Tekan saja."
Adik perempuan Richard benar-benar terkejut ketika mendengarnya, semua orang juga sama terkejutnya. Richard yang di dalam mobil sudah membuka mulutnya dengan lebar.
"Ulangi lagi kata-katamu." Bahkan penjahat di dekat Randika merasa mereka telah salah mendengar. Orang ini tuli apa? Bisa-bisanya dia berkata seperti itu pada adiknya sendiri.
Randika menggelengkan kepalanya dan berteriak sekali lagi. "Tips buat kalian, jangan ragu membunuh sebelum kalian terbunuh."
Setelah berkata seperti itu, kaki Randika yang penuh dengan tenaga dalam itu melesat. Di bawah tatapan mata orang-orang, Randika menghilang lalu kembali di tempatnya berdiri sambil memegang bom yang tertempel di kurungan dan melemparnya ke tanah. Sepertinya mainan ini tidak layak dibilang bom, lagipula mana ada orang bodoh memasang bom tepat berada di belakangnya?
"Hajar dia!" Si pemimpin itu marah. Gertakannya telah gagal dan dia tidak punya pilihan menggunakan kekerasan untuk mendapatkan uangnya. Lagipula bawahannya ini mencapai 30 orang, jadi dia tidak perlu khawatir menghadapi seorang bocah.
Richard yang ada di dalam mobil sudah menatap kagum pada Randika, begitu pula adiknya yang ada di dalam kurungan.
"Gagah sekali." Melihat aksi Randika yang menghajar para penjahat itu, dia benar-benar terpukau dan memutuskan untuk membuatnya menjadi pangeran berkuda putihnya.
Di sisi lain, Randika menghadapi para penjahat ini dari segala arah. Bahkan tadi ada yang menggunakan mobil untuk berusaha melindasnya.
Kemudian, tanpa disangka-sangka oleh kedua saudara itu, Randika sama sekali tidak menghindar!
Randika berhadapan dengan puluhan orang yang bersenjatakan tongkat besi itu dengan tangan kosongnya seperti seorang ahli bela diri. Dia menangkis dan menyerang balik tanpa berpindah posisi. Semua serangan lawannya tidak ada yang mengenainya. Setiap orang yang berani melangkah ke jangkauan serang Randika akan menerima sebuah pukulan keras yang tidak terlupakan.
Satu orang jatuh, dua orang jatuh, bahkan orang ketiga sudah tidak mampu berjalan dengan kedua kakinya lagi.
Ini sudah bagaikan seorang pahlawan di dalam game yang membasmi monster-monster lemah. Satu per satu para penjahat ini tumbang dan mulai kehabisan orang, sedangkan yang terkapar kesakitan bertambah tiap detiknya.
Pemimpin mereka sudah merasakan keringat dinginnya mengenai matanya, apa lawannya ini masih manusia?
Kecepatan Randika benar-benar luar biasa, kurang dari 3 menit dia telah berhasil mengalahkan 30 penjahat yang bersenjatakan tongkat tersebut. Sekarang sisa si pemimpin dan 1 pengawalnya, tubuhnya sudah tidak bisa berhenti bergetar ketakutan.
"Sudah kubilang bukan, jangan ragu membunuh sebelum pada akhirnya kamu lah yang terbunuh." Randika tersenyum dan menerjang maju. Kedua orang sisa ini berusaha semampu mereka, tetapi cecunguk seperti mereka bukanlah tandingannya Randika. Namun, yang Randika tidak tahu adalah mereka memiliki sebuah tombol darurat.
Setelah si pemimpin itu menekan tombol tersebut, lantai dari kurungan yang bergantung di udara itu terbuka dan adik Richard langsung terjun bebas!
Randika langsung tersadar akan situasinya dan mengerutkan dahinya. Dia lalu menggunakan si penjahat ini sebagai pijakan dan melesat ke arah kurungan besi tersebut. Randika berhasil menangkap adiknya Richard sebelum dirinya mendarat dengan keras di lantai.
Bau parfum mahal segera masuk ke hidung Randika ketika perempuan cantik ini memeluk dirinya dengan erat, keempukan dadanya ini tidak kalah dengan Inggrid.
Benar, Randika mengenal loli berdada besar ini. Dia hampir melupakan wajahnya tetapi dia tidak pernah lupa dengan dadanya yang begitu besar walaupun masih muda.
Dia tidak akan menyangka akan bertemu dengannya lagi di saat-saat seperti ini.
Adiknya Richard, yang bernama Silvia, memeluk erat Randika sang pahlawannya. Dia merasa bahwa pertemuan ini bagaikan benang merah yang mempertemukan dirinya dengan suaminya.
Setelah sesampainya di bawah, Richard sudah berlari menghampiri mereka dan melihat adik perempuannya yang jahat itu masih memeluk erat Randika.
"Kamu tidak perlu takut lagi, para penjahat itu sudah tidak bisa berbuat apa-apa padamu lagi." Kata Randika sambil mengelus rambut Silvia.