Chapter 260: Tidak Siap Dipanggil Ayah!
Chapter 260: Tidak Siap Dipanggil Ayah!
Licik!
Trik yang digunakan Shadow benar-benar licik. Jika Randika memutuskan untuk mengejarnya dan membunuhnya maka boneka ginseng itu akan mati. Sekarang karena luka yang diderita Shadow karena gigitan hiu itu sudah hampir sembuh, dia tidak terlalu membutuhkan boneka ginseng tersebut. Terlebih, karena sekarang identitasnya telah ketahuan, dia tidak bisa membawa terlalu banyak beban.
Setelah benaknya berpikir dengan keras dalam waktu singkat, Randika memutuskan untuk menyelamatkan boneka ginseng. Hal ini dimanfaatkan Shadow dengan baik.
PRANG!
Jendela kaca itu hancur berantakan dan Shadow langsung melompat turun.
"Ares, nantikan pembalasanku! Aku akan membunuh orang-orang yang kau sayangi satu per satu! Hahaha!"
Tawa jahat Shadow menggema di ruangan kecil itu, sedangkan Randika berhasil menyelamatkan boneka ginseng.
Sendirian di ruang kosong ini, Randika mengerutkan dahinya.
Boneka ginseng yang ada di tangannya masih dalam keadaan setengah sadar, tetapi perlahan dia mulai mendapatkan kesadarannya kembali. Terlebih lagi, pelukan Randika benar-benar hangat yang membuatnya nyaman dan menyadari bahwa Randika ada di pihaknya.
Pada saat yang sama, Elva dan Safira tiba di ruangan kosong ini.
"Dia berhasil melarikan diri." Randika menoleh ke arah mereka dan melanjutkan. "Orang itu adalah Shadow."
"Elva, apa kamu bisa menyuruh anak buahmu untuk melacak markas Shadow?" Randika menatap Elva.
Elva langsung mengangguk. "Jangan khawatir, tidak akan ada tempat yang aman baginya di kota ini."
Safira menghampiri Randika dan berusaha menghiburnya. "Kak, kamu tidak usah terlalu khawatir. Jika dia berani macam-macam denganmu, dia akan menjadi musuh Arwah Garuda."
Randika tersenyum, tetapi kerutan di dahinya masih belum menghilang. Jika Shadow mengejarnya maka dia tidak perlu khawatir seperti ini. Dengan kekuatannya, dia bisa membunuh Shadow tanpa perlu bersusah payah. Tetapi kalau dia mengincar orang-orang di sekitarnya, itu baru sebuah masalah.
Banyak orang yang Randika sayangi dan dia sama sekali tidak tahu mana yang akan diincar oleh Shadow. Bisa saja Yuna yang ada di Jepang, bisa saja Hannah yang ada di asramanya.
Kejadian yang membuatnya bersembunyi di Indonesia kembali terulang, dia benar-benar membenci perasaan tidak berdaya seperti ini. Karena tidak ada petunjuk, Randika hanya bisa bersiap dan menghadapi ancaman ini dengan penuh waspada.
"Eh lucu sekali, benda apa yang ada di tanganmu itu kak?" Safira menyadari sosok boneka ginseng yang beristirahat dengan tenang di tangan Randika.
Boneka ginseng itu membuka matanya dan langsung terkejut ketika melihat sekelilingnya, sepertinya dia tidak tahu apa yang telah terjadi pada dirinya. Namun, ia kembali tertidur lagi.
"Ini adalah boneka ginseng, coba kamu pegang." Randika menyerahkan boneka itu pada Safira. Melihat boneka itu beristirahat dengan tenang di pelukannya, Safira benar-benar menyukainya.
Perempuan pada dasarnya menyukai benda-benda lucu seperti ini, terlepas bahwa boneka ginseng ini merupakan makhluk supernatural. Karena Safira mendalami ilmu pengobatan, dia sedikit memiliki pemahaman mengenai boneka ini.
Randika lalu menjelaskan pada Elva apa yang dia ketahui mengenai Shadow, sedangkan Safira masih menimang boneka ginseng itu. Sepertinya Safira berandai-andai menjadi seorang ibu dan ini membuat Elva mengerutkan dahinya.
"Kalau begitu misi hari ini telah selesai, aku akan mengabarimu jika aku memiliki informasi." Elva menatap dingin Randika.
Randika mengangguk dan tersenyum pada Elva. "Terima kasih atas bantuanmu."
Tubuh Elva menjadi kaku. Mendengar terima kasih dari Randika itu membuatnya senang dalam hati.
Sejujurnya, Elva tidaklah sedingin dan secuek itu. Hatinya masih sama dengan gadis-gadis polos biasanya. Dia akan menangis apabila sedih, dia akan marah apabila digoda, dia akan menyendiri jika merasa bersalah, bagaimanapun juga, dia adalah seorang perempuan.
Pada saat ini, boneka ginseng itu terbangun dan membuka kedua matanya yang besar. Hal pertama yang ia lihat adalah Randika dan Safira, ia terus mengedipkan matanya.
"Kak, dia bangun!" Kata Safira sambil terkejut.
"Ma, ma"
Pada saat ini, boneka ginseng ini mengeluarkan suara seperti memanggil seorang ibu ketika dirinya menatap Safira. Wajahnya tersenyum pada perempuan yang memeluknya dengan lembut itu.
Mama?
Elva benar-benar tercengang pada makhluk ajaib satu ini, benar-benar luar biasa.
Boneka ginseng ini sama sekali tidak takut pada Safira, setelah sadar ia langsung memanjat hingga ke pundak Safira dan duduk dengan tenang di sana. Sambil mengulang kata-kata 'mama', dia memeluk pipi Safira.
"Kak, dia benar-benar lucu!" Safira mau tidak mau merasa bahagia.
Randika menghela napas dan menatap Safira. "Saf, aku rasa ini masalah yang cukup besar."
"Kok bisa?"
Safira terlihat bingung dan menatap Randika. Wajah Randika menjadi serius lalu berkata padanya. "Jika boneka itu memanggilmu ibu, maka aku juga akan dipanggilnya ayah!"
Ketika mendengar gombalan receh ini, Elva menggelengkan kepalanya sambil menghela napas. Dia berpikir bahwa gombalan Randika benar-benar payah, sedangkan Safira sudah tersipu malu.
"Kak, kamu belum pernah memberi hormat pada bumi dan langit. Ketika kamu sudah melakukannya, baru kamu bisa menjadi ayahnya." Kata Safira dengan wajah merah, sedangkan Elva sudah kehabisan kata-kata. Kenapa Safira ini selalu luluh sama Randika?
"Saf, kita sebaiknya segera pergi." Kata Elva yang berdiri di samping.
"Tunggu sebentar, aku masih tidak ingin pulang." Kata Safira dengan wajah memelasnya.
Randika lalu menoleh ke arah Elva dan tertawa, "Kamu jangan cemburu seperti itu, aku bisa membagi cintamu untukmu kok. Apa kamu juga ingin menggendong bayi kita secepatnya?"
"Apa katamu?" Elva mengerutkan dahinya, nada suaranya sudah seperti orang yang mengajak ribut.
Benar-benar tidak tahu diri, bisa-bisanya pria ini berkata seperti itu?
Randika terlihat sedih, seakan-akan bertanya dengan matanya : Apa kamu lupa momen intim kita yang panas selama ini?
"Omong-omong, kakek melatih seorang murid bernama Indra dan tempat tinggalnya cukup dekat dari rumahku. Boneka ginseng ini tinggal bersama Indra, jadi jika kamu kangen kamu bisa menengoknya kapan saja." Kata Randika.
Safira tersenyum. "Kak, aku sudah tahu mengenai Indra sejak lama. Kakek ketiga mengabariku ketika aku meneleponnya."
Randika menggaruk-garuk kepalanya. Dasar kakek sialan, mereka tidak pernah meneleponku!
Pada akhirnya, Elva membawa Safira kembali dan boneka ginseng pergi mengikutinya. Lagipula, memaksa boneka ginseng itu kembali bersamanya sama saja dengan mustahil jadi Randika hanya bisa melihat boneka ginseng itu pergi bersama Safira. Cuma tinggal masalah waktu saja hingga boneka itu kembali ke Indra.
Randika juga segera kembali ke rumahnya. Karena hari sudah malam, dia membuka pintu dengan pelan. Ketika dirinya masuk, dia melihat Hannah yang sedang duduk di sofa.
"Lho kak, tumben kamu baru pulang?" Hannah sedang menggigit apel. Penampilannya sekarang membawa kesegaran, kaos putih yang dipakainya sedikit terbuka dan rambutnya terkuncir di belakang. Untuk bagian bawahnya, dia memakai celana olahraga pendek yang hampir tidak menutupi pahanya sama sekali.
Sepertinya adik iparnya itu baru selesai mandi.
Randika menatap lekat-lekat paha Hannah yang begitu putih dan mulus. Hannah dari awal memang perempuan cantik, setara dengan kakaknya Inggrid dan Viona. Namun, kalau masalah kaki, sepertinya Hannah mengalahkan mereka karena kakinya lebih putih.
"Kak, apa kakak bisa memijat kakiku?" Kata Hannah sambil menggoyang-goyangkan kakinya di udara.