Chapter 224: Lembutnya Bibir Nona Azumi!
Chapter 224: Lembutnya Bibir Nona Azumi!
Melihat sosok Randika yang tersenyum itu membuat Azumi menggertakan giginya, dia tidak punya pilihan lain. Jika dia tidak membuat pria dari Amerika itu babak belur, reputasi dirinya dan barnya akan mengalami keruntuhan.
"Jangan melihatku seperti itu, semua itu tergantung dengan dirimu bukan?" Kata Randika sambil tersenyum. "Aku tidak akan memaksamu untuk menerima penawaranku ini, itu tentu tidak baik untuk hubungan bisnis kita bukan? Jadi kita harus adil dan terbuka, kalau tidak maka kita tidak bisa menyebut diri kita pebisnis."
Azumi kehabisan kata-kata. Dia menghela napasnya dan menatap Randika, sambil menggertakan giginya dia berkata dengan nada yang enggan. "Baiklah, aku akan menuruti kata-katamu. Aku akan menemanimu."
"Kamu kira bisa menipuku?" Randika tersenyum sinis. "Semuanya harus diperjelas di depan. Minum bersamaku bisa didefinisikan sebagai menemaniku dan tidur di sampingku juga termasuk menemaniku. Aku minta kejelasan dari mulutmu itu sendiri agar tidak terjadi kesalahpahaman."
Azumi dibuat gila oleh Randika, sambil menggigit bibirnya dia mengatakan. "Aku akan berhubungan badan denganmu."
Orang Amerika itu sudah muak menunggu dan menghampiri Azumi. Pada saat ini, dia mendengar janji Azumi untuk tidur dengan Randika.
Dalam sekejap, hati pria itu dibakar oleh api amarah.
"Hei bocah, wanita ini milikku. Apa kamu tidak tahu pepatah siapa cepat dia dapat?" Pria itu mengepalkan tinjunya.
Siapa cepat dia dapat?
Azumi marah ketika mendengarnya, apa dia semacam barang?
Azumi, yang masih marah, mendengus dingin dan berjalan menghampiri Randika. Pada akhirnya, kata-katanya ini membuat semangat Randika membara. "Aku akan memberimu informasi secara gratis jika bisa menghajar pria ini."
Melihat pria Amerika itu datang menghampiri Azumi dan seorang lelaki lainnya, semua orang di lantai dansa itu menduga akan terjadi konflik yang baru.
"Habis sudah bar ini, pria asing itu benar-benar kuat! Percuma nona Azumi minta bantuan ke orang kuru situ." Seseorang menggelengkan kepalanya ketika berbicara mengenai nasib bar ini.
"Belum tentu." Temannya itu menyadari sosok Randika yang sebenarnya. "Aku rasa pria asing itu akan terbunuh sebentar lagi."
"Hah? Gila ya kamu? Mana mungkin laki itu bisa mengalahkannya?"
"Hahaha, lihat saja nanti."
..........
Semua orang memiliki opininya masing-masing, tetapi pada saat ini, situasi mulai memanas.
Randika sama sekali tidak mendengar provokasi pria asing tersebut, dia masih meminum winenya dengan santai.
"Hei kau dengar aku tidak? Wanita itu adalah milikku!" Pria itu mengepalkan tinjunya. Ketika melihat Randika tidak peduli dengannya, amarahnya makin menjadi-jadi. "Apa kau pikir aku takut menghancurkan isi kepalamu itu?"
"Aku rasa kau tidak mampu melakukannya." Randika menghela napasnya.
Kali ini pria itu sudah tidak sabar lagi. Dia ingin menghajar bocah itu hingga dia cacat dan tidak bisa berjalan lagi. Tidak pernah ada orang yang berani bertindak arogan pada dirinya!
Kepalan tinjunya melayang ke arah wajah Randika, seluruh amarah dan kekuatannya terkandung di dalam satu pukulan ini. Tetapi, pukulannya itu dengan mudah menghantam udara kosong.
Pria itu terkejut dan semua orang yang melihat pertarungan ini juga ikut terkejut, Randika hanya berdiri dan menghindari pukulan itu dengan mudah.
Mengingat bahwa mungkin pria asing itu hanya ingin menggertak lawannya, semua orang berpikir bahwa semua itu hanya kebetulan saja.
Randika masih memegang gelas winenya di tangan kirinya. Dia meminum kembali wine senilai 10 juta yennya itu dengan santai. Melihat lawannya meremehkannya, pria itu melayangkan pukulannya sekali lagi. Namun, lagi-lagi pukulannya tidak mengenai sasarannya. Randika hanya menggeser kepalanya sedikit untuk menghindari pukulan mematikan lawannya.
Pria Amerika ini terheran-heran dan matanya terbelalak. Bagaimana bisa kedua serangannya ini dihindari oleh pria yang terlihat biasa-biasa saja ini?
Melihat sosok Randika yang santai meminum winenya, orang-orang yang tidak mengenal siapa Randika sebenarnya juga terheran-heran. Kenapa bisa pemuda itu belum terkena pukulan orang asing itu?
Setelah beberapa saat, pria itu melayangkan pukulannya lagi pada Randika. Kali ini, targetnya adalah dada Randika. Dia ingin memotong jalur pernapasan Randika dan menghajarnya ketika dia kesakitan.
Namun pada saat ini, Randika telah menghabiskan winenya. Dia berjalan menghampiri Akira untuk memintanya menuangkan kembali sambil menghindari pukulan lawannya.
Gagal tiga kali berturut-turut membuat semua orang menebak-nebak siapa Randika itu sebenarnya. Kalau bukan kebetulan berarti kekuatan orang itu jauh di atas pria asing itu!
Sedangkan di tatapan mata orang Amerika ini sudah mengandung rasa takut dan ngeri. Tidak diragukan lagi, lawannya itu masih menyimpan kekuatannya yang sebenarnya.
Randika, yang gelasnya sudah penuh kembali, pura-pura terlihat terkejut. "Eh! Sejak kapan kau ada di belakangku?"
Melihat sandiwara ini, pria itu mengerutkan dahinya. Apa berarti sebelumnya itu semua hanya kebetulan saja? Lagipula mana mungkin ada orang yang lebih kuat darinya?
"Aku siap, majulah kapan saja." Kata Randika sambil tersenyum.
Ketika orang-orang mendengar hal ini, mereka merasa kasihan pada Randika. Sepertinya keberuntungan orang ini telah habis, tentu seharusnya sebentar lagi dia akan babak belur.
Tetapi beberapa detik berikutnya, semua orang terkejut-kejut ketika melihat hasil pertarungannya. Hanya dengan satu pukulan, pria asing dari Amerika itu terpental dan membentur tembok!
Suasana langsung menjadi hening seketika.
Semua orang yang tidak menyadari sosok Randika yang sebenarnya terkejut bukan main. Bahkan Akira yang sudah pernah melihat kehebatan Randika terkejut lagi.
Randika yang masih meminum winenya itu berkata dengan cukup keras agar bisa terdengar oleh semua orang. "Maaf sepertinya aku terlalu banyak memakai tenagaku, apa kau baik-baik saja?"
Ini bagaikan menyiram minyak ke api. Pria itu makin mengamuk, dia langsung berdiri dan menerjang ke arah Randika.
Kali ini dia akan melumat kepala Randika hingga isi kepalanya itu keluar!
Larinya makin lama makin cepat, setelah cukup dekat dia meraung keras dan melayangkan pukulannya.
Berkat kecepatannya ini, kekuatan pukulannya menjadi berlipat ganda. Tetapi berkat kecepatannya itu, Randika membuatnya melayang lebih jauh lagi.
Pria itu berdiri kembali. Kali ini dia merasa pusing dan pandangannya mulai kabur. Kemudian dia melihat Randika yang tersenyum ke arahnya, seakan-akan sedang mengejek dirinya.
Untuk ketiga kalinya, pria itu berdiri dan menerjang kembali. Dan sesuai dugaan semua orang, pria asing itu kembali melayang dan membentur tembok dengan keras. Kali ini dekorasi tembok juga ikut jatuh dan menimpanya.
Kali ini pria itu tidak langsung berdiri kembali. Dia menatap Randika yang berdiri di hadapannya dengan tatapan ngeri. Lawannya ini jelas bukan sembarangan, kalau tidak dia sudah menghajarnya dari tadi. Bahkan dirinya yang mantan petinju juara dunia itu sama sekali tidak berkutik di hadapan pria ini.
Jagoan, pasti orang ini jagoan bela diri!
"Apa sudah selesai?" Tanya Randika sambil tersenyum.
Pria itu tidak menjawab, dia berdiri dan berkata sambil berlari menuju pintu keluar. "Wanita itu milikmu."
Semua orang langsung berdiskusi setelah melihat pria asing itu lari terbirit-birit.
"Wow pemuda itu ternyata kuat sekali!"
"Aku tidak tahu cara apa yang dipakainya untuk bisa menang."
"Orang itu adalah ahli bela diri yang ternama." Orang yang menglihat aksi Randika malam itu berkata dengan nada bangga. "Kejadian hari ini biasa-biasa saja bagiku, kalian belum melihat kejadian pada."
Tiba-tiba suasana meriah ini menjadi hening ketika suara tepukan tangan Randika yang keras mengarah pada Azumi yang sedang merokok di pojok ruangan. Dengan suara lantang dia berkata pada pemilik bar itu. "Aku sudah membereskan masalahmu. Jadi kita tidur bersama malam ini atau besok?"
Azumi mengeluarkan asap rokoknya dan terbatuk. Dengan berjalan perlahan, dia menghampiri Randika.
"Terima kasih atas bantuanmu kali ini." Kata Azumi dengan tersenyum, dia berusaha terlihat secantik mungkin. Lalu sambil mengerutkan dahinya dia berkata pada Akira. "Keluarkan botol wine terbaik kita."
"Sudah cukup." Randika menyeret Azumi untuk duduk di pangkuannya. "Aku tidak perlu mabuk untuk mencicipi tubuhmu ini. Jadi bagaimana? Kamu ingin melakukannya di kamarmu atau di kamarku?"
Wajah Azumi berkedut, dia memalingkan wajahnya dan berkata dengan nada yang tenang. "Ares, aku yang sudah tua ini tidak pantas menjadi perempuanmu."
"Itu semua tidak ada hubungannya dengan diriku atau tidak, semua ini adalah hasil dari kata-katamu sendiri. Jangan bilang seorang dengan reputasi tinggi sepertimu ingin melanggar kata-katanya sendiri?" Kata Randika sambil tersenyum.
Azumi yang duduk di pangkuan Randika itu tersenyum pahit, dia menghisap rokoknya kembali.
Untuk beberapa saat, Azumi benar-benar kehabisan ide. Jika ini orang lain, maka dia akan mencari orang untuk membunuh orang tersebut. Tetapi siapakah pria di hadapannya ini? Dia adalah Ares sang Dewa Perang yang ditakuti semua orang. Siapa memangnya yang bisa membunuhnya?
Terlebih lagi, Randika sama sekali tidak takut terhadap ancaman apa pun, dirinya sama sekali tidak berdaya.
"Apakah aku bisa membayar jasamu itu dengan cara yang lain?" Kata Azumi dengan nada yang enggan.
"Baiklah kalau begitu." Kata Randika.
Azumi terlihat senang, sepertinya dia bisa lolos hari ini.
"Kalau begitu apa maumu?" Kata Azumi sambil tersenyum.
"Pertama, aku ingin informasi yang kamu tawarkan gratis sebelumnya menjadi 3 kali kesempatan."
"Meskipun aku tidak rela, tetapi baiklah."
"Yang kedua, sini aku bisiki." Senyuman nakal Randika mulai menjulang tinggi.
Azumi mendekatinya dan tiba-tiba Randika memanfaatkan hal ini untuk menciumnya!
Ya Tuhan betapa enaknya!
Randika merasa bibir Azumi berbeda dengan perempuan-perempuan yang sudah dicicipinya. Ketika dia ingin menikmatinya ini lebih lama, Azumi sudah mendorongnya dengan kuat.
Randika yang sedikit puas itu berkata sambil tersenyum. "Baiklah kita impas."
Meskipun marah, Azumi berusaha menenangkan dirinya.
"Kalau tidak urusan, cepat sana pergi."
Melihat Azumi yang menjauhi dirinya, Randika merasakan sedikit kekalahan.
Kenapa? Karena dia tidak sempat meremas pantat indah itu.
"Yang ketiga adalah aku ingin satu botol wine ini secara gratis. Namamu Akira bukan? Cepat bungkuskan aku satu botol itu."
Randika mengambil botol itu dan langsung menuju pintu keluar.
Sesaatnya dia keluar, HP Randika mendadak bunyi.
"Tuan, kami menemukan petunjuk mengenai Yuna."
Yuna memang merupakan salah satu dari 8 letnan dari pasukannya, tetapi Randika lebih membutuhkan kecerdasannya untuk membuat ramuan X dan membangun laboratorium miliknya. Jadi keberadaan Yuna sangatlah krusial baginya.
Yuna juga merupakan salah satu orang yang mengikuti dirinya paling lama jadi hubungan mereka benar-benar dekat. Terlebih, dengan menyelamatkan Yuna mungkin akan membawanya selangkah lebih dekat dengan Bulan Kegelapan dan Shadow.