Chapter 187: Aku Tidak Takut
Chapter 187: Aku Tidak Takut
Randika lalu membawa Inggrid pulang ke rumah. Tentu saja, kejadian barusan benar-benar membuat Inggrid ketakutan dan tidak bisa lepas dari pelukannya Randika.
"Sayang, kamu tidak usah khawatir. Biarkan masalah ini yang aku urus." Kata Randika sambil mengelus rambut Inggrid.
"Sayangnya ini beda Ran." Inggrid menatapnya dengan tatapan yang penuh ketakutan. "Kali ini kamu membunuhnya, keluarga Alfred tidak akan melepaskan kejadian ini."
"Dia sudah menculikmu dan mau memperkosamu dua kali. Jika aku tidak membunuhnya, bisa-bisa dia akan melakukannya lagi. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi lagi." Randika memeluk erat Inggrid. "Jika aku tidak bisa melindungi istriku, suami macam apa aku?"
Inggrid merasa tersentuh dengan kata-kata itu, dia hendak membalas Randika tetapi Randika menempelkan jari telunjuknya di bibirnya. "Sudah kamu tidak usah khawatir tentang keluarga Alfred lagi. Biarkan aku mengatasinya dengan caraku sendiri."
Melihat Randika yang penuh percaya diri, Inggrid menganggukan kepalanya.
Sesampainya di rumah, Ibu Ipah dan Hannah benar-benar senang melihat Inggrid pulang dengan selamat. Ibu Ipah dengan cepat memasak sedangkan Hannah tidak bisa berhenti menangis di pelukan kakaknya.
Setelah makan malam dan mandi, Inggrid masuk ke dalam kamarnya. Dia lalu disusul oleh Randika.
Setelah mematikan lampunya, mereka berdua hanya tiduran di kasur. Randika meraih tangan kecil Inggrid dari balik selimut. Namun, dia menyadari bahwa Inggrid tidak bisa berhenti bergetar.
"Sayang, kamu masih takut?" Tanya Randika dengan nada lembut.
Inggrid mengangguk. Dia membuka mulutnya tetapi tidak mengatakan apa-apa. Alasan karena Randika begitu percaya diri menentang keluarga Alfred karena dia sama sekali tidak tahu sebesar apa kekuatan keluarga aristokrat tersebut. Pengaruh yang dimiliki keluarga Alfred benar-benar terlalu mengerikan, orang biasa sama sekali tidak bisa mengerti hal ini.
Meskipun keluarga Alfred sedang berdiam diri, meskipun Randika memiliki penatua yang menolongnya di Jakarta waktu itu, masalah kali ini benar-benar terlalu serius. Membunuh salah satu keturunannya sama saja menyulut api peperangan. Jika keluarga Alfred memutuskan untuk membunuh Randika, mereka akan menggunakan seluruh kekuatannya untuk memastikan Randika terbunuh.
Inggrid masih tidak bisa sepenuhnya percaya bahwa masalah ini akan selesai dengan damai.
"Enakan?" Tanya Randika sambil memeluk Inggrid.
Merasakan hawa hangat dari tubuh Randika, Inggrid merasa dirinya lebih baikan dan lebih tenang. Setelah mengangguk perlahan, Inggrid membalas pelukan Randika itu.
Malam hari ini, Inggrid tertidur di pelukan hangat Randika.
.........
Besoknya.
Mungkin karena kejadian kemarin terlalu menakutkan dan menguras energinya, Inggrid benar-benar tertidur lelap.
Randika terbangun terlebih dulu dan mencium Inggrid di dahinya. Sambil berhati-hati tidak membangunkannya, Randika keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah.
"Pagi nak Randika." Ibu Ipah yang melihat Randika turun menyambutnya dengan senyuman. Ibu Ipah sudah merestui hubungan nona mudanya dengan Randika. Sepertinya Randika mempunyai kekuatan yang tidak bisa dijelaskan dengan logika, oleh karena itu Randika benar-benar bisa diandalkan dalam situasi apa pun.
"Ibu Ipah masak apa pagi ini?" Tanya Randika sambil tersenyum. "Aku sangat lapar pagi ini."
"Tenang saja, ibu masak banyak kok hari ini." Kata Ibu Ipah sambil tersenyum. "Aku harap ayam bumbu rujak sama sayur bening yang ibu masak ini cukup untukmu."
Mendengar menu sarapannya ini, Randika tidak bisa berhenti meneteskan air liurnya. Setelah kejadian semalam, energi fisik dan batinnya benar-benar terkuras.
Duduk di meja makan, waktu sudah menunjukan pukul 8 pagi. Selain Randika dan Ibu Ipah, Hannah dan Inggrid belum pada bangun. Hannah sepertinya sama terkurasnya dengan Randika sehingga telat bangun.
Pada saat ini, pagar depan rumahnya tiba-tiba terbuka. Randika yang menyadarinya langsung menatap ke arah pagar. Ada sosok beberapa orang yang berpakaian sedikit unik dan terlihat persis seperti orang-orang yang telah dihajarnya di Jakarta.
Keluarga Alfred?
Randika mengerutkan dahinya dan menyadari bahwa orang-orang ini hendak menerobos masuk. Ketika para bawahan keluarga Alfred ini hendak masuk, tiba-tiba secara bersamaan mereka mengambil langkah mundur.
"Tidak ada satupun dari kalian yang bisa masuk ke rumah ini." Kata Randika dengan nada dingin, dia lalu mengambil satu langkah maju. Langkah kakinya benar-benar mantap, membuat lawannya itu mengambil langkah mundur.
Situasi memasuki jalan buntu, kedua belah pihak sama-sama tidak menunjukan tanda-tanda menyerang. Saat para suruhan itu menatap tembok, Randika berkata dengan nada dingin. "Kalian mencariku?"
Wajah para suruhan ini menjadi muram, salah satu mereka menjawab. "Apa kau telah membunuh tuan muda kemarin malam?"
"Jadi kalian adalah pengawal milik anak laknat itu?" Kata Randika sambil menatap tajam mereka.
"Kami adalah bawahan langsung milik keluarga Alfred, jika kau membunuh salah satu anggota keluarga mereka maka masalah ini lebih besar daripada yang kau duga." Orang tersebut menatap Randika. "Aku sarankan kau datang ke Jakarta dan mengakui perbuatanmu pada tuan besar, atau kau akan menerima konsekuensinya!"
Randika sedikit tertawa, sejak kapan keluarga Alfred punya selera humor?
"Apa yang akan terjadi kalau aku ikut denganmu?" Tanya Randika.
"Kau akan menerima hukuman dari tuan besar kami."
"Aku rasa hukuman itu akan berat." Randika mendengus dingin. "Kalau begitu, apa yang akan terjadi kalau aku tidak ikut dengan kalian?"
"Hanya ada kematian pada orang yang berani menyinggung keluarga Alfred!"
"Kalau begitu hasilnya sama-sama mati, jadi buat apa aku ikut dengan kalian? Kalian ini memang bodoh." Wajah Randika menjadi serius. "Kau rasanya butuh operasi otak, kebodohanmu itu sudah tidak tertolong lagi. Belum lagi kalian telah membiarkan tuan muda kalian mati begitu saja. Kalau aku jadi kau, aku sudah pasti mengundurkan diri dari pekerjaanmu itu."
"Kau!"
Beberapa orang sudah merasakan darah mereka mendidih. Sedangkan Randika hanya menguap, "Sudah katakan saja pada bosmu itu bahwa semua kejadian ini bukan salahku tetapi salah anaknya yang bejat dan tidak bermoral itu. Lain kali jika kalian mencariku, bel pintu rumahku. Kalau kalian menerobos lagi seperti ini, aku akan memastikan kalian akan merangkak keluar dari sini."
Mendengar kata-kata penghinaan Randika ini, semua suruhan keluarga Alfred ini sudah tidak bisa menahan diri. Beberapa dari mereka sudah maju dan berusaha menangkap Randika!
Tetapi Randika tiba-tiba ikut menerjang dan mengulurkan kedua tangannya. Dia berhasil menangkap pergelangan tangan dua orang. Sambil meremasnya, Randika mengayunkan kedua orang tersebut hingga mirip angin puting beliung dan melepas mereka hingga terbang dan terbentur di tanah dengan keras.
"Serang dia."
Pemimpin kelompok ini memerintahkan bawahannya untuk menyerang Randika.
Randika kembali berhasil menangkap seseorang dan langsung menghancurkan salah satu kakinya hingga tidak bisa berdiri seumur hidupnya. Setelah melempar orang tersebut, Randika melompat dan mendarat tepat di tengah 3 orang. Dengan cepat dia menghantam dada mereka dan menendang mereka hingga terpental.
Di saat yang sama, Randika menghindari serangan mendadak dari arah belakangnya. Serangan dari pemimpin kelompok ini memang berbeda dengan anak buahnya.
Setelah menghindar, Randika melayangkan pukulan yang pada akhirnya dihadang dengan kedua tangan si pemimpin kelompok itu. Lebih dari 10 langkah mundur, kekuatannya benar-benar tidak ada apa-apanya dengan Randika.
Tak lama kemudian, semua orang sudah terkapar kesakitan di tanah dan hanya Randika dan si pemimpin kelompok lah yang berdiri.
"Aku tidak takut dengan keluarga Alfred." Randika menatap tajam si pemimpin. "Aku ingin kau kembali ke tempat asalmu dan memberi bosmu sebuah pesan : Mau berapa pun kalian mengirim orang, aku akan membunuh mereka semua!"