Chapter 183: Hannah Ingin Dimanja
Chapter 183: Hannah Ingin Dimanja
Randika mengulurkan tangannya pada Hannah. "Bisa berdiri?"
Hannah mencoba merasakan kakinya dan menggeleng dengan sekuat tenaga.
"Baiklah kalau begitu, aku akan menggendongmu." Kata Randika sambil menghela napas. Kejadian aneh selalu menghampirinya ketika dia pergi berdua dengan adik iparnya ini.
Hannah juga tidak sungkan-sungkan, dia langsung naik ke punggung Randika dan memeluk lehernya dengan erat.
"Kenapa kamu kok berat?" Merasakan beban yang cukup berat di punggungnya, Randika keceplosan bertanya.
Berat badannya memang membuat Hannah sedikit kepikiran. Tetapi pertanyaan Randika ini benar-benar tidak sopan untuk ditanyakan ke seorang perempuan. Pertanyaan seperti ini sama seperti, kapan menikah, berapa usiamu sekarang, berapa gajimu.
Dan tentu saja, Hannah makin cemberut. "Berat apanya, kakak saja yang lemah."
"Hahaha sepertinya aku menginjak ranjau." Randika membetulkan posisi tangannya yang ada di paha mulus adik iparnya itu. Sensasi dada yang menempel di punggungnya itu juga benar-benar enak, Hannah memang cuma kalah sedikit dengan Inggrid.
"Huh terserah." Hannah makin cemberut.
"Kalau begitu mau ke mana kita? Pulang saja?" Tanya Randika.
"Sudah susah-susah datang ke sini dan kak Randika malah ingin pulang? Aku masih ingin melihat-lihat tahu." Kata Hannah sambil sedikit marah.
"Ya, ya, kalau begitu mau ke mana kita tuan puteri?" Randika menghela napasnya, adik iparnya ini sepertinya belum puas bermain.
"Hmmm" Hannah berpikir sebentar lalu tiba-tiba dia tersenyum. "Bagaimana kalau ke taman bermain? Aku sudah lama tidak pergi ke sana."
Randika lalu berjalan menuju tempat mereka parkir sambil mengatakan. "Han, seharusnya kamu sudah tidak apa-apa, kamu mau turun dulu mungkin?"
"Tidak, aku masih trauma." Hannah dengan cepat menggelengkan kepalanya. Dia masih belum puas menyiksa kakak iparnya yang bertanya tentang berat badannya itu, setidaknya penyiksaan ini berakhir ketika dia masuk ke dalam mobil.
Han, kamu kan pakai rok hari ini, nanti dalamanmu kelihatan lho. Lebih baik jalan saja."
"Tidak usah khawatir, aku memakai celana pendek di balik rok khusus hari ini." Kata Hannah sambil tersenyum.
...
Sepanjang siang hari ini, Randika menemani Hannah dengan segala macam kegilaannya. Di taman bermain, dia menemani adik iparnya itu naik roller coaster, gua hantu, kincir ria dll. Ketika mereka selesai mencoba semua wahana, waktu sudah menunjukan pukul 5 sore.
Namun, Hannah tidak menunjukan tanda-tanda ingin pulang. Dia mengatakan dengan wajah yang antusias. "Kak, ayo kita pergi karaoke."
Dalam perjalanan mereka ke karaoke, Hannah sudah menelepon dan mengajak teman-temannya. Mereka akhirnya menyanyi dan bersenang-senang seperti orang gila selama 3 jam.
Akhirnya, setelah penyiksaan seharian ini, Hannah nampak kelelahan dan berniat untuk pulang.
Setelah berpamitan dengan teman-temannya dan naik ke dalam mobil, Hannah menghela napas lega.
"Ah nikmatnya!"
Randika hanya bisa geleng-geleng sambil mengemudi menuju rumah.
"Kak, apa kakak bersenang-senang hari ini?" Hannah yang duduk di samping itu menatap wajah Randika.
"Iya kakak senang." Randika mengangguk. Dalam hatinya dia sudah kewalahan, baginya tiduran di rumah bersama istrinya adalah liburan yang paling dia inginkan.
Kecepatan mengemudi Randika tidak cepat, dia nampak mengemudi sambil mengobrol. Setelah 15 menit berkendara, mobilnya sudah hendak menaiki jembatan. Asalkan dia melewati jembatan itu, mereka akan tiba di mana perumahan mereka berada. Namun, saat ini kecepatan mobil Randika tiba-tiba semakin pelan dan akhirnya berhenti total.
"Kenapa kak?" Hannah terlihat bingung.
"Bensinnya habis." Randika menampar dahinya. "Sepertinya kita harus mendorong mobil ini ke rumah."
"Aku tidak mau keluar dari mobil ini." Hannah tersenyum dan memasang sabuk pengamannya.
Randika lalu keluar dari mobilnya. "Kalau begitu aku jalan kaki saja."
"Ah kak! Terus gimana ini mobilnya?" Hannah terkejut dengan tanggapan Randika.
Lalu senyuman nakal naik di bibir Hannah.
"Kak, gendong aku ke rumah." Kata Hannah sambil tersenyum.
"Tidak, kakak sudah capek hari ini." Dengan cepat Randika menolak.
"Kalau begitu malam ini aku tidur sama kak Inggrid!" Kata Hannah sambil tersenyum nakal.
Randika, yang sudah berjalan beberapa langkah, tiba-tiba berputar dan sambil memasang ekspresi malas mengatakan. "Cepat naiklah."
"Kak Randika memang terbaik!" Hannah, bagaikan kelinci, langsung melompat dengan riang ke punggung Randika.
Randika akhirnya hanya bisa menerima nasibnya dan berjalan menuju rumah mereka. Untuk mobilnya lebih baik Ibu Ipah yang mengurusnya.
Mobil-mobil mewah melewati jembatan dan menatap seorang lelaki sedang menggendong pasangannya di tepi jembatan. Dasar anak muda, sukanya pamer kemesraan dengan cara aneh!
"Sekarang aku cukup tahu kenapa kak Inggrid mau menikahi kak Randika." Hannah berkata sambil tersenyum. "Kegunaan kakak itu banyak!"
"Yek salah, kakakmu menikahiku karena aku ganteng tahu." Jawab Randika.
"Ganteng apaan!" Hannah tertawa keras. "Kalau kakak ganteng, cewek-cewek di kolam renang itu sudah suka sama kakak dari awal."
Sialan benar juga, apa diriku ini kurang ganteng ya? Tetapi definisi ganteng orang-orang itu beda, jika para perempuan itu mencicipi teknikku di tempat tidur, aku yakin mereka akan tergila-gila padaku.
Melihat Randika yang merenung, Hannah merasa canggung. "Kak kenapa diam saja?"
"Aku sedang bingung mau melemparmu ke dalam sungai atau tidak."
"Jika kakak berani berbuat seperti itu, aku akan selalu ada di sisi kak Inggrid selama 2 bulan." Kata Hannah sambil mencubit punggung Randika.
"Kalau begitu aku akan memaksanya tidur di kamarku."
"Hahaha kakak tahu sendiri kan kak Inggrid itu seperti apa." Hannah tertawa dan tiba-tiba terdiam. Dia memeluk erat punggung kakak iparnya itu. "Aku sedikit iri dengan kak Inggrid bisa menemukan suami sebaik kak Randika. Kak Randika bisa diandalkan dan gagah, benar-benar seorang pria sejati. Aku takut kalau tidak bisa menemukan pasangan yang benar."
"Di sekolahmu bagaimana?"
"Semua laki-laki di sana manja-manja dan mengincar tubuhku saja, tidak ada yang benar-benar mencintaiku. Mereka hanya mengandalkan uang orang tua mereka untuk mendapatkan apa yang mereka mau, aku benar-benar jijik dengan lelaki seperti itu."
Randika akhirnya berhasil menyeberangi jembatan ramai itu dan berkata dengan nada lembut. "Terima kasih pujianmu itu."
Bahkan sejujurnya, Hannah benar-benar mencintai kakak iparnya itu. Dia makin lama makin menyukai keberadaan Randika di dalam hidupnya. Oleh karena itu Hannah ingin dimanja oleh Randika, dia memaksanya untuk pergi dengannya ke kebun binatang, ke taman bermain dan menggendong dirinya tidak lain karena ingin berduaan dengan kakak iparnya ini. Tanpa sadar Hannah tenggelam dalam dunianya sendiri.
Randika sendiri tidak terlalu memikirkan Hannah sebagai perempuan. Bagaimanapun juga, Hannah adalah adik iparnya. Meskipun dia tetap menikmati empuknya dada dan paha yang dia pegang itu, semua itu hanya dalam batasan wajar.
Keduanya berhasil pulang dengan selamat.
"Kita sudah sampai yang mulia." Kata Randika.
Hannah tersenyum dan melompat turun dari punggung Randika.
"Terima kasih ya kak." Hannah lalu berlari ke atas.
Randika menggelengkan kepalanya dan pergi menemui Ibu Ipah untuk mengurus mobil Hannah yang kehabisan bensin. Dia sendiri berniat untuk mandi, hari ini benar-benar hari yang memeras keringatnya jadi dia sudah tidak tahan.
Dua puluh menit kemudian, Randika keluar dari kamar mandi dan Ibu Ipah sudah selesai mengurus masalah mobil.
"Bu, Inggrid belum pulang?"
"Belum tuh nak." Ibu Ipah menggelengkan kepalanya. "Ibu kira nona sedang bersamamu."
Tiba-tiba Randika merasakan firasat buruk, jangan-jangan istrinya itu menghilang lagi.
Waktu sudah menunjukan pukul 9 malam, sangat jarang Inggrid lembur sedemikian rupa.